PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN
BAB I PENDAHULUAN
Lahan
gambut merupakan salah satu lahan suboptimal yang memiliki kesuburan rendah, tingkat kemasaman yang tinggi, dan
drainase yang buruk. Ciri utama lahan gambut adalah
kandungan karbon minimal 18%, dan ketebalan
minimal 50 cm (Nurida, et al., 2011; Sabiham
dan Sukarman, 2012). Menurut
Masganti dan Yuliani (2006) gambut berperan penting
dalam kelangsungan ekosistem, mengontrol fungsi-fungsi lingkungan dan biologis yang sangat penting dalam menjaga kualitas
lingkungan.
Pemanfaatan
lahan gambut untuk pertanian sudah dilakukan sejak lama, meskipun belum
optimal namun dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan pangan terhadap masyarakat sekitar. Akan tetapi Lahan gambut sangat memerlukan pengelolaan yang baik dan penuh kehati-hatian, karena sifatnya yang
rapuh sehingga dapat mengalami degradasi atau
penurunan fungsi lahan. Untuk itu perlu inovasi teknologi yang tepat sehingga
lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk pertanian.
Telah
diketahui bahwa luas lahan gambut berubah seiring waktu. Luas lahan gambut di
Indonesia menurut Widjaja-Adhi et al. (1992) mencapai 20,9 juta hektar;
Radjagukguk (1995) menyebutkan angka 20,1 juta hektar;
Notohadiprawiro (1996) menyebutkan luas lahan
gambut Indonesia tidak lebih
dari 17 juta hektar; Puslittanak (2000) menyatakan bahwa lahan gambut di Indonesia hanya 14,5
juta hektar dan berdasarkan updating data/peta lahan gambut menurut BBSDLP (2011) sekitar 14,9 juta ha .
Lahan gambut berdasarkan ketebalannya dibedakan menjadi
menjadi gambut dangkal (D1), sedang (D2), dalam (D3) dan
sangat dalam (D4) tersebar di tiga pulau. Gambut
dangkal paling luas mencapai 5, 24 juta ha, gambut sedang mencapai 3,91 juta
ha, gambut dalam mencapai 2,79 juta ha, dan
gambut sangat dalam mencapai 2,98 juta ha (Tabel
1).
Pengembangan lahan gambut diartikan sebagai
upaya menjadikan lahan gambut sebagai
lahan produktif, yaitu lahan yang menghasilkan atau memproduksi bahan pangan
(padi, palawija), sayuran, hortikultura, perkebunan (karet,kelapa, kelapa sawit
atau sejenisnya) (Noor, 2013). Radjaguguk (2004) menyatakan bahwa pertanian
berkelanjutan di lahan
gambut diartikan sebagai suatu pertanian yang produktif dan menguntungkan, dengan tetap
melaksanakan konservasi terhadap sumberdaya alam, dan mengupayakan menekan dampak negatip pada lingkungan hidup serendah
mungkin.
Alasan kenapa lahan gambut menjadi salah satu
pilihan untuk pengembangan pertanian adalah karena:
1.
Ketersediaan
lahan tanah-mineral, di satu sisi, sudah semakin terbatas, sedangkan di sisi
lain kenaikan penduduk yang mencapai 1,49% per tahun makin terasa dampaknya
terutama bila dikaitkan dengan ketahanan pangan (BBSDLP 2013).
2.
Lahan
gambut tersedia yang sudah terdegradasi di Indonesia cukup luas; sebagian masuk
area hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan area hutan yang
dialokasikan untuk penggunaan lain (APL), serta layak untuk dibudidayakan
dengan penerapan teknologi yang sesuai. Dari 14,93 jt ha lahan gambut 29,5%
berupa hutan terdegradasi yang ditumbuhi semak belukar dan berpotensi untuk
pertanian; 55,4% berupa hutan yang harus dipertahankan sebagai kawasan
konservasi; dan 15,1% berupa lahan gambut yang sudah diusahakan sebagai lahan
pertanian (tanaman pangan, perkebunan dan tanaman industri) (BBSDLP 2014) dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun
tidak sedikit yang menunjukkan masih perlunya perbaikan pengelolaan.
Penulisan makalah ini bertujuan untk mengetahui
bagaimana pemanfaatan lahan gambut di bidang pertanian dan apa saja yang
menjadi permasalahan dalam pemanfaatan
lahan gambut di bidang pertanian.
1.
Bagaimana kondisi lahan gambut di Indonesia ?
2.
Bagaimana ekosistem lahan gambut terbentuk ?
3.
Apa saja fungi dari lahan gambut ?
4.
Apa saja yang menjadi dalam pemanfaatan lahan
gambut ?
5.
Bagaimana cara pemanfaatan lahan gambut di bidang
pertanian ?
Follow me :)